Thursday 28 June 2012

Maestro Musik Dari Kwitang (Ismail Marzuki)


               Ismail Marzuki menyandang predikat komponis pejuang legendaris yang dimiliki Indonesia. Ismail Marzuki dikenal sebagai komponis pelopor yang melahirkan lagu-lagu kepahlawanan yang menggugah jiwa nasionalisme. Sejak tahun 1930-an hingga tahun 1950-an, Ismail telah menciptakan sekitar dua ratus lagu dengan berbagai tema dan jenis aliran musik yang memesona. Hingga saat ini, lagu-lagu karya Ismail Marzuki yang abadi masih dikenang dan terus berkumandang di masyarakat. Dalam dunia seni musik Indonesia, kehadiran putra betawi ini telah mewarnai sejarah dan dinamika pasang surutnya musik Indonesia.
               Sebagai komponis, Ismail Marzuki dikenal produktif dan pandai melahirkan karya-karya yang mendapatkan apresiasi tinggi dari masyarakat. Dalam bermusik, Ismail Marzuki  mempunyai kebebasan berekspresi, ia lesuasa bergerak dari satu jenis aliran musik ke jenis aliran musik yang lain. Ia juga mempunyai kemampuan menangkap inspirasi lagunya dengan berbagai tema. Keterpesonaan Ismail Marzuki pada sisi-sisi romantisme masa perjuangan melahirkan lagu-lagu tema cinta dan perjuangan. Meski lagu-lagu Ismail Marzuki tampak sederhana, namun syairnya sangat kuat, melodius, dan punya nilai keabadian. Lagu-lagunya hingga sekarang masih tetap hidup dan disukai tua dan muda, seperti Sepasang Mata Bola, Selendang Sutra, Melati di Tapal Batas, Aryati, Jangan Ditanya Kemana Aku Pergi, Payung Fantasi, Sabda Alam, Kopral Jono, dan Sersan Mayorku.
               Ismail Marzuki, yang biasa dipanggil Ma'ing, lahir di Kampung Kwitang, Jakarta, 11 Mei 1914. Tiga bulan setelah Ismail lahir, ibunya meniggal dunia. Ismail, anak Marzuki ini, kemudian dirawat kakaknya, Anie Hamimah. Sejak kecil, Ismail senang mendengar musik melalui piringan hitam, dari lagu-lagu keroncong, gambus, hingga lagu-lagu Barat. Ismail yang senag berdiskusi tentang musik juga punya kebiasaan bersiul atau bernyanyi di kamar mandi tanpa mengenal waktu. Setelah menyelesaikan pendidikan di HIS, Ismail Marzuki melanjutkan ke MULO di Jakarta. Ketika di MULO, Ismail yang bisa memainkan alat musik petik banyo ala Dixiland menyalurkan hobinya bermusik dalam sebuah grup band. Lulus MULO, Ismail yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris sempat bekerja sebagai kasir di penjualan alat-alat musik dan piringan hitam. Ismail yang selalu necis dan berpakaian rapi, kemudian semakin bergairah menekuni musik dan bernyanyi. Tahun 1936, Ismail masuk Perkumpulan Orkes Lief Java pimpinan Hugo Dumas yang mengembangkan bakatnya. Dalam Lief Java, Ismail dikenal sebagai pemain musik, penyanyi, dan penggubah lagu. Selain menyanyi, Ismail yang juga bisa bermain akordeon, gitar, atau saksofon ini punya kemampuan mengaransemen lagu Barat, keroncong, maupun Melayu. Hingga kini, karua-karya lagu Ismail yang khas dan bertema kepahlawanan, masih populer di masyarakat. Lagu Gugur Bunga yang syahdu hampir jadi lagu wajib. Lagu Halo-Halo Bandung yang bersemangat teramat lekat dalam ingatan banyak orang Indonesia. Lagu Rayuan Pulau Kelapa yang romantis mengingatkan banyak orang Indonesia pada keindahan Nusantara dan Indonesia Pusaka yang mendorong semangat cinta tanah air.
               Setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945, Ismail Marzuki aktif di Radio Republik Indonesia dengan membentuk Orkes Empat Sekawan, di tengah pergolakan revolusi, Ismail Marzuki menanamkan semangat perjuangan kepada kawan-kawannya. Ketika Belanda menguasai kembail RRI, Ismail memutuskan berhenti bekerja di radio. Ia kemudian membuka kursus bahasa Inggris di rumahnya sambil berjualan gado-gado, mie goreng, dan asinan, sebelum mengungsi ke Bandung Selatan. Pada waktu mengungsi itulah ia melahirkan mars monumental berjudul Halo-Halo Bandung. Tahun 1950, Ismail Marzuki kembali bekerja di RRI setelah penyerahan kedaulatan Republik Indonesia dari Belanda. Ismail Marzuki, yang menikahi biduanita keroncong Euis Zuraida, adalah sosok seniman sejati. Meski kehidupan ekonominya pas-pasan, Ismail tidak pernah berhenti berkarya. Ia menyerahkan seluruh hidupnya pada dunia yang digelutinya sejak muda tanpa kompromi.
               Pertengahan tahun 1956, penyakit batuk Ismail kembali kambuh dan penderitaan sakit telinganya membuatnya tidak berdaya. Pada hari Minggu, tanggal 25 Mei 1958, Ismail Marzuki mengembuskan napas terakhir menghadap Sang Pencipta. Kepada istri dan anaknya, Ismail yang tetap tidak punya rumah pribadi hingga wafat tidak meninggalkan harta yang berarti. Diiringi lagu ciptaannya, Gugur Bunga, jenazah Ismail Marzuki dikebumikan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.
               Dalam 44 tahun hidupnya, ia telah menciptakan tidak kurang dari 200 judul lagu dalam berbagai jenis irama. Untuk mengenang kebesarannya itu, kini berdiri pusat kegiatan budaya bernama Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jakarta Pusat. Selain itu, kenangan akan Ismail Marzuki ini ternyata tak surut oleh waktu dan zaman. Buktinya, Yayasan Musik Indonesia (YMI) tetap mengenang komponis besar ini dan menyerahkan tanda jasa berupa sumbangan rumah buat istri dan keluarga mendiang Ismail Marzuki, 13 November1997 lalu.
(Sumber: Media Indonesia, 9 November 2003)
Catatan: 10 November 2004 maestro musik Ismail Marzuki dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Komentar


Powered By FISHBONE