Ismail
Marzuki menyandang predikat komponis pejuang legendaris yang dimiliki
Indonesia. Ismail Marzuki dikenal sebagai komponis pelopor yang melahirkan
lagu-lagu kepahlawanan yang menggugah jiwa nasionalisme. Sejak tahun 1930-an
hingga tahun 1950-an, Ismail telah menciptakan sekitar dua ratus lagu dengan
berbagai tema dan jenis aliran musik yang memesona. Hingga saat ini, lagu-lagu
karya Ismail Marzuki yang abadi masih dikenang dan terus berkumandang di
masyarakat. Dalam dunia seni musik Indonesia, kehadiran putra betawi ini telah
mewarnai sejarah dan dinamika pasang surutnya musik Indonesia.
Sebagai
komponis, Ismail Marzuki dikenal produktif dan pandai melahirkan karya-karya
yang mendapatkan apresiasi tinggi dari masyarakat. Dalam bermusik, Ismail
Marzuki mempunyai kebebasan berekspresi,
ia lesuasa bergerak dari satu jenis aliran musik ke jenis aliran musik yang
lain. Ia juga mempunyai kemampuan menangkap inspirasi lagunya dengan berbagai
tema. Keterpesonaan Ismail Marzuki pada sisi-sisi romantisme masa perjuangan
melahirkan lagu-lagu tema cinta dan perjuangan. Meski lagu-lagu Ismail Marzuki
tampak sederhana, namun syairnya sangat kuat, melodius, dan punya nilai
keabadian. Lagu-lagunya hingga sekarang masih tetap hidup dan disukai tua dan
muda, seperti Sepasang Mata Bola, Selendang Sutra, Melati di Tapal Batas,
Aryati, Jangan Ditanya Kemana Aku Pergi, Payung Fantasi, Sabda Alam, Kopral
Jono, dan Sersan Mayorku.
Ismail
Marzuki, yang biasa dipanggil Ma'ing, lahir di Kampung Kwitang, Jakarta, 11 Mei
1914. Tiga bulan setelah Ismail lahir, ibunya meniggal dunia. Ismail, anak
Marzuki ini, kemudian dirawat kakaknya, Anie Hamimah. Sejak kecil, Ismail
senang mendengar musik melalui piringan hitam, dari lagu-lagu keroncong,
gambus, hingga lagu-lagu Barat. Ismail yang senag berdiskusi tentang musik juga
punya kebiasaan bersiul atau bernyanyi di kamar mandi tanpa mengenal waktu.
Setelah menyelesaikan pendidikan di HIS, Ismail Marzuki melanjutkan ke MULO di
Jakarta. Ketika di MULO, Ismail yang bisa memainkan alat musik petik banyo ala
Dixiland menyalurkan hobinya bermusik dalam sebuah grup band. Lulus
MULO, Ismail yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris sempat bekerja sebagai
kasir di penjualan alat-alat musik dan piringan hitam. Ismail yang selalu necis
dan berpakaian rapi, kemudian semakin bergairah menekuni musik dan bernyanyi.
Tahun 1936, Ismail masuk Perkumpulan Orkes Lief Java pimpinan Hugo Dumas yang
mengembangkan bakatnya. Dalam Lief Java, Ismail dikenal sebagai pemain musik,
penyanyi, dan penggubah lagu. Selain menyanyi, Ismail yang juga bisa bermain
akordeon, gitar, atau saksofon ini punya kemampuan mengaransemen lagu Barat,
keroncong, maupun Melayu. Hingga kini, karua-karya lagu Ismail yang khas dan
bertema kepahlawanan, masih populer di masyarakat. Lagu Gugur Bunga yang syahdu
hampir jadi lagu wajib. Lagu Halo-Halo Bandung yang bersemangat teramat lekat
dalam ingatan banyak orang Indonesia. Lagu Rayuan Pulau Kelapa yang romantis
mengingatkan banyak orang Indonesia pada keindahan Nusantara dan Indonesia
Pusaka yang mendorong semangat cinta tanah air.
Setelah
proklamasi kemerdekaan tahun 1945, Ismail Marzuki aktif di Radio Republik
Indonesia dengan membentuk Orkes Empat Sekawan, di tengah pergolakan revolusi,
Ismail Marzuki menanamkan semangat perjuangan kepada kawan-kawannya. Ketika
Belanda menguasai kembail RRI, Ismail memutuskan berhenti bekerja di radio. Ia
kemudian membuka kursus bahasa Inggris di rumahnya sambil berjualan gado-gado,
mie goreng, dan asinan, sebelum mengungsi ke Bandung Selatan. Pada waktu
mengungsi itulah ia melahirkan mars monumental berjudul Halo-Halo Bandung.
Tahun 1950, Ismail Marzuki kembali bekerja di RRI setelah penyerahan kedaulatan
Republik Indonesia dari Belanda. Ismail Marzuki, yang menikahi biduanita
keroncong Euis Zuraida, adalah sosok seniman sejati. Meski kehidupan ekonominya
pas-pasan, Ismail tidak pernah berhenti berkarya. Ia menyerahkan seluruh
hidupnya pada dunia yang digelutinya sejak muda tanpa kompromi.
Pertengahan
tahun 1956, penyakit batuk Ismail kembali kambuh dan penderitaan sakit
telinganya membuatnya tidak berdaya. Pada hari Minggu, tanggal 25 Mei 1958,
Ismail Marzuki mengembuskan napas terakhir menghadap Sang Pencipta. Kepada
istri dan anaknya, Ismail yang tetap tidak punya rumah pribadi hingga wafat
tidak meninggalkan harta yang berarti. Diiringi lagu ciptaannya, Gugur Bunga,
jenazah Ismail Marzuki dikebumikan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak,
Jakarta.
Dalam
44 tahun hidupnya, ia telah menciptakan tidak kurang dari 200 judul lagu dalam
berbagai jenis irama. Untuk mengenang kebesarannya itu, kini berdiri pusat
kegiatan budaya bernama Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jakarta Pusat. Selain
itu, kenangan akan Ismail Marzuki ini ternyata tak surut oleh waktu dan zaman.
Buktinya, Yayasan Musik Indonesia (YMI) tetap mengenang komponis besar ini dan
menyerahkan tanda jasa berupa sumbangan rumah buat istri dan keluarga mendiang
Ismail Marzuki, 13 November1997 lalu.
(Sumber: Media Indonesia, 9 November
2003)
Catatan: 10 November 2004 maestro musik Ismail
Marzuki dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
Komentar